SIDOARJO - tidak hanya terkenal karena kuliner tradisionalnya yang lezat, atau bencana lumpur lapindo yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia, kota ini juga memiliki industri kerajinan kulit berkualitas. Di kecamatan Tanggulangin, Anda bisa menemukan deretan showroom kerajinan kulit dengan keunikan masing-masing.
Kecamatan ini memang sudah lama dikenal sebagai salah satu penghasil kerajinan kulit terbesar di wilayah Jawa Timur. Kualitas produknya pun telah diakui oleh dunia internasional dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga pasaran.
Usaha kecil Menengah (UKM) merupakan salah satu potensi usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan ditiap daerah. Salah satu unggulan UKM yang menarik untuk disoroti yakni Sentra Industri tas dan koper yang berada di kawasan dekat semburan lumpur lapindo terletak di Desa Kedensari Kecamatan Tanggulangin yang hanya berjarak sekitar lima kilo meter dari pusat semburan lumpur lapindo dan sempat mengalami mati surinya. Sebelum munculnya bencana lumpur lapindo, kawasan ini sempat mengalami masa puncak kejayaannya dan eksistensi produk ini tidak diragukan lagi.
Industri kerajinan rakyat tersebut berlangsung turun – temurun sejak 1939 ketika beberapa perajin memulai pembuatan barang – barang tas dan koper. Para pengusaha kecil dan menengah (UKM) tas dan koper di Tanggulangin tergabung dalam Koperasi Industri Tas dan Koper (INTAKO) yang berdiri sejak 7 Januari 1976, yang awalnya hanya beranggotakan 27 orang. Modal usaha diperoleh dari simpanan pokok anggota. Dalam perjalanannya, koperasi itu terus berkembang dan jumlah anggotanya sudah mencapai 354 perajin UKM dengan aset sekitar Rp 10 miliar. Tetapi setelah terjadi luapan lumpur lapindo hampir 70 persen perajin di Tanggulangin sudah gulung tikar. Beberapa diantara mereka yang masih bertahan hanya untuk menggarap pesanan.
Terdapat beberapa permasalahan faktor eksternal dan internal yang dihadapi oleh pengrajin tas dan koper Tanggulangin. Akan tetapi tidak menyurutkan semangat para pengrajin tas dan koper untuk mulai berupaya menapaki kejayaannya kembali. Para pelaku bisnis ini mencoba bangkit untuk mempertahankan eksistensi produk tas dan koper Tanggulangin. Dibangunnya jalan alternatif porong semakin memudahkan akses pengunjung untu menjangkau wilayah sentra industri tas dan koper.
Meskipun hingga sekarang jumlah pengunjung tidak seramai sebelum bencana lumpur lapindo.
Dewasa ini sentra industri tas dan koper Tanggulangin telah menjadi salah satu ikon wisata Sidoarjo. Persaingan pasar dan penurunan perekonomian masyarakat di Kecamatan Tanggulangin menjadikan sentra industri tas dan koper ini diberdayakan terus menerus, sehingga nantinya eksistensi industri kecil tas dan koper Tanggulangin tetap terjaga. Proses pemberdayaan pada industri kecil tas dan koper merupakan sebuah masyarakat. Permasalahan dari faktor internal seperti kurang maksimalnya promosi yang dilakukan oleh Diskoperindag Kabupaten Sidoarjo dalam menarik kedatangan pengunjung. Selain itu kurangnya dana anggaran terkait kegiatan promosi sehingga hanya mendapat satu atau dua stand saja untuk dapat menampilkan produk para pengrajin tas dan koper Tanggulangin. Terjadi penurunan pendapatan yang paling tinggi pada tahun 2006 hingga 2007 tepat terjadinya bencana lumpur lapindo.
Seperti halnya Latif pemilik toko “Puput Era Jaya” yang dirintis oleh keluarganya sejak tahun 1974 hingga turun temurun. Dulunya hanya membuat tas koper, kemudian berkembang dengan adanya pesanan tas kulit dan jaket kulit.
“untuk bahan pembuatan saya mengambil dari wilayah magetan, karena harganya murah dan bisa juga beli satuan. Di sidoarjo ada tetapi harus membeli paketan, dan harganya cukup lumayan” Ujar Latif
Produksi pembuatan tas, jaket dan dompet kulit dikerjakan oleh perajin dirumah, kemudian disetor ke toko “Puput Era Jaya”. Kemudian diambil oleh distributor untuk dijual kembali ke toko-toko lainnya.
“untuk modelnya sendiri, terkadang perajin memberikan inspirasi lalu saya setujui untuk di produksi langsung” Ujar Latif
Produk yang dipasarkan relatif terjangkau, untuk dompet dan tas dibandrol dengan harga 25ribu hingga 60ribu. Sedangkan jaket dibandrol dengan harga 600ribu sampai sekitaran 3jutaan.
Beda halnya dengan pemilik toko “HDS Colection” yang membuat produk dompet mitasi yang sudah dirintis sudah lama dari tahun 1980.
Kenapa lebih memilih produksi mitasi daripada kulit?
“produk mitasi lebih dicari konsumen, karena harganya yang murah dengan berbagai model dan warnanya lucu. Sedangkan bahan kulit susah dicari dan harganya yang mahal untuk dipasarkan, kurang sekali peminatnya” ungkap Yuni
Untuk modelnya sendiri selalu mengikuti trend sekarang dan selalu update untuk menarik peminat di pasaran. Perajin biasanya mengerjakan dirumah dan di setorkan ke bagian produksi, kemudian diambil oleh distributor untuk di masukkan ke beberapa toko. Dalam waktu sebulan hampir mengerjakan 2.000 dompet mitasi. Untuk harga kita membandrol harga 10ribu hingga 60ribu.
“untuk kunjungan workshop disini tidak ada, soalnya ribet pesenan dan deadline.” ucap Yuni
Penulis : Yuni Fisabillilah
menarik sekali info ini, terimakasih infonya
BalasHapus👍
BalasHapus