Langsung ke konten utama

Unggulan

KAMPUNG ILMU : PUSAT BUKU BUKU SURABAYA

Kampung Ilmu Surabaya adalah sebuah kawasan di Jalan Semarang, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Jawa Timur, yang dihuni oleh para pedagang buku. Kampung ini telah menjadi salah satu destinasi wisata edukasi yang populer di Surabaya. Kampung Ilmu Surabaya didirikan pada tahun 2008 oleh para pedagang buku bekas yang ingin menyediakan tempat yang nyaman dan terjangkau bagi masyarakat untuk membeli buku. Kampung ini dihuni oleh sekitar 50 pedagang buku yang menjual berbagai macam buku, mulai dari buku pelajaran, buku fiksi, hingga buku non-fiksi. Kampung Ilmu Surabaya buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Pengunjung dapat membeli buku secara langsung di kios-kios pedagang buku yang ada di Kampung Ilmu Surabaya. Selain itu, terdapat juga beberapa kafe dan tempat makan di Kampung Ilmu Surabaya yang dapat dikunjungi oleh para pengunjung. Berikut adalah beberapa informasi mengenai Kampung Ilmu Surabaya: Lokasi:  Jalan Semarang, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Jawa Timur J...

Kampung Lawas Maspati, Kenalkan Wisata Sejarah dan Produk Herbal.




Surabaya - Bukan sarjana, hanya lulusan tingkat SMA/SLTA sederajat. Sabar Soeastono, mempunyai pikiran yang cemerlang jauh kedepan untuk mengembangkan kampungnya sebagai tempat tujuan wisata, karena memiliki sejumlah bangunan bersejarah yang bisa dinikmati para wisatawan.

Sejak lahir, Sabar Soeastono selaku ketua RW VIII sudah tinggal di Kampung Lawas Maspati Surabaya. Kampung Lawas Maspati yang berada di JL.Maspati, Bubutan ini memiliki sejumlah bangunan bersejarah yang masih utuh, seperti Sekolah Ongko Loro dan bangunan markas tentara yang di bangun pada tahun 1907.

Awal mula Sabar mengkonsep kampung lawas, dulu katanya orang-orang kampungnya sekilas itu kampung biasa yang berada di tengah kota. “Awal mulanya kita hanya ingin hidup di kampung dan saya lahir di Kampung Maspati. Pada tahun 2012 saya ditunjuk selaku ketua RW. Pertama kita mengikuti lomba Green and Clean yaitu lomba di program Pemerintah Kota Surabaya. Alhamdulillah di 5 RT kita mengikuti, padahal kalau mengikuti lomba Green and Clear itu modalnya tidak sedikit, modalnya paling sedikit 15-20 juta,” kata Sabar.

“Modalnya darimana? Yaitu dari patungannya warga Kampung Maspati ini. Pada lomba Green and Clean kita menjuarai semuanya, semua RT menjuarai. Saya lihat dari situ, berarti warga RT saya itu antusias sekali, luar biasa dan berarti bisa diajak bekerjasama. Kita masih memegang penuh akan budayanya, budaya gotong royong yang dipegang erat. Bagi saya, lomba ini hanya motivasi saja,” lanjutnya.

Bagi Sabar perlombaan hanya dijadikan sebagai motivasi. Kemudian langkah apa yang akan dilakukan Sabar untuk tetap menjaga budaya kompak dalam melestarikan dan menjaga bangunan kuno ini?

“Tetapi setelah lomba apa yang harus kita lakukan? Nah itu dari RT dan warga kami kumpulkan untuk berdiskusi, bagaimana bisa seperti ini? Apakah setiap hari kita harus menyiram-nyiram tanaman? Apakah setiap hari kita harus menjaga kebersihan lingkungan untuk melestarikan dan menjaga bangunan ini? Kita pasti capek kalau menjaga lingkungan setiap hari. Nah mungkin yang berkebutuhan itu, bagaimana harus bisa dijadikan uang. Lingkungan kita sudah bersih tapi bagaimana caranya agar bisa mendatangkan uang. Jadi kita sepakat untuk menjadikan destinasi wisata kampung yaitu, wisata kampung yang bersih dan mempunyai hal-hal yang unik,”jelas ketua RW itu.

Salah satu keistimewaan Kampung Lawas Maspati ini memang dari sikap kedisiplinan, gotong royong, kompak dan menyatu dari warga. Yang akhirnya dapat bekerjasama dalam membangun suatu brand.

“Nah disini semua warga berusaha semaksimal mungkin, akhirnya yang harus kita punya pertama kali yaitu brand. Dan mengambil brand Kampung Lawas Maspati. Kenapasih kok Kampung Lawas Maspati? Karena kampung saya ini dulu mempunyai konten sejarah, yang menjadi rumah atau tempat huni para Adipati pada jaman Kerajaan Kraton. Dan disitu sejarah dan budaya dijadikan satu. Jadi ada 5 pilar yang harus kita lakukan untuk membranding suatu wisata yaitu yang pertama (1) warganya sendiri mau maju (2) bekerjasama dengan pemerintah (3) harus professional (4) bekerjasama dengan komunitas yang akademisi (5) media. Setelah kita branding, saya lebih ke bagaimana bisa mendapatkan uang.” Kata Sabar.

Menurutnya, bagaimana kampung ini bisa bermanfaat dan meningkatkan tingkat perekonomian warga.

“Saya ingin bagaimana bisa memberdayakan masyarakat sehingga bisa meningkatkan tingkat perekonomian warga melalui situs sejarah yang ada. Caranya, ya kami buat ikon kampung lawas dan membuatnya menjadi destinasi wisata di Surabaya. Rata-rata saya mempunyai omzet kurang lebih 6 juta dalam 1 hari untuk kampung ini. Kalau bisa hingga 15-20 juta berarti ekonomi warga saya meningkat,” pungkasnya.


Agar ekonomi lebih meningkat, salah satau warga di RT.02 yang bernama Febri (49) membuat makanan olahan berbahan dasar lidah buaya dan pare. Dan masih banyak warganya yang masing-masing RT memiliki ciri khas masing-masing untuk membuat produk unggulan.

”Jadi saya membuat produk unggulan di Kampung Maspati yaitu, kue kering berbentuk stick terbuat dari bahan dasar lidah buaya yang diambil dari tanaman lidah buaya yang dibudidayakan sendiri dan keripik pare. Saya tidak membuat stick lidah buaya setiap hari, namun apabila ada pesanan saja. Setiap bulan budget untuk membuat stick lidah buaya yaitu kurang lebih 2 jutaan. Sekali membuat stick lidah buaya saya membutuhkan budget RP. 100.000-an dan omzet yang diperoleh sekitar RP. 300.000 - 400.000-an. Sehingga keuntungan yang diperoleh lebih dari 100%” kata wanita berusia 49 itu.

“Lumayan ini bisa membuat tambahan pendapatan ibu rumah tangga dengan pemberdayaan ini. Kampungnya untung, warganya juga untung. Semua pendapatan dari Kampung Lawas ini kembali ke warga semua untuk kepentingan bersama,” lanjutnya.

Sabar mempunyai 300.775 kartu keluarga 1.750 jiwa. Mempunyai 2 RT yaitu RT yang sesungguhnya (dewasa) dan RT kecil. RT kecil yaitu anak-anak yang usia SD-SMP dijadikan 1 RT dan warganya juga anak-anak. Yang bertugas untuk mengayomi warga kecil-kecil agar bisa belajar dan memiliki rasa tanggung jawab.


Muhammad Rafi (13) pelajar kelas 2 SMP yang bersekolah di SMP Ta’miriyah Surabaya, adalah ketua RT cilik di Kampung Lawas Maspati. “Saya ditunjuk langsung oleh ketua RW (Sabar) untuk menjadi ketua RT cilik di RT 02. Alfin pelajar kelas 2 SD adalah salah satu warga saya,” kata pelajar kelas 2 SMP itu.

Rafi pula yang ditunjuk Sabar untuk menjadi Tour Guide di Kampung Maspati untuk menemani wisatawan berkeliling ke tempat-tempat wisata dan bangunan bersejarah. Seperti Sekolah Ongko Loro, bangunan markas tentara yang di bangun pada tahun 1907, kebun cincau, area foto selfie dan area dolanan.

Sejarah Sekolah Ongko Loro.


Sekolah Ongko Loro merupakan Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar dengan pendidikan selama tiga tahun dan terbesar di seluruh Pelosok Desa. Tujuan dari pendidikan ini adalah dalam rangka memberantas buta huruf dan ketidakmampuan dalam berhitung. Bahasa Pengantar adalah Bahasa Daerah dengan Guru tamatan dari HIK. HIK Bahasa Belanda merupakan pelajaran pengetahuan dan bukan sebagai mata pelajaran pokok. Namun setelah tamat dari sekolah ini murid bisa meneruskan pada Scbacel School selama 5 tahun yang nantinya akan sederajat dengan Hollandse Undische School.

Bangunan Markas Tentara yang di bangun pada tahun 1907.


Omah tua yang di bangun pada tahun 1907, bangunan itu dulunya digunakan para pemuda Surabaya, khusunya pemuda Kampung Lawas Maspati dan sekitarnya untuk menyusun strategi peperangan 10 November 1945. Dan sekarang, bangunan di tengah pemukiman Kampung Lawas Maspati itu dimanfaatkan oleh cucunya sebagai kafe.

Kebun Cincau Kampung Maspati.


Kebun cincau ini digunakan warga Kampung Lawas Maspati untuk membuat produk unggulan seperti minuman.

Area Foto Selfie.


Jadi ketika wisatawan masuk ke area selfie dikenakan biaya sebesar RP.5.000,- saja untuk bisa berswafoto sepuasnya.

Area Dolanan Anak Jaman Dulu.


Di Kampung Lawas Maspati ini terdapat juga area dolanan anak pada jaman dulu seperti ‘Engkle’ dan tidak berbayar. Jadi wisatawan bisa bermain sepuasnya tanpa dipungut biaya.


Penulis : Berta Ayu Fatmawati

Komentar

Postingan Populer